Selasa, 12 September 2017

MAKALAH PENDAYAGUNAAN ZAKAT


Pengertian Pendayagunaan Zakat
Makalah
 Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Manajemen Pendayagunaan Zakat dan Wakaf







Oleh :
Mislahul Fauziyah                                (C87215024)
Siti Nur Azizah                                    (C87215030)

Dosen Pembimbing :

Johan Rifki Maimunnuddin, M. IKom

PRODI MANAJEMEN ZAKAT WAKAF
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017

DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................................... i 
Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A.    Latar Belakang........................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................................... 2
C.     Tujuan Penulisan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
A.      Pengertian Pendayagunaan Zakat.............................................................................. 3
1.      Pengertian Pendayagunaan Zakat........................................................................ 3
2.      Sejarah Pendayagunaan Zakat.............................................................................. 4
3.      Prinsip Pendayagunaan Zakat.............................................................................. 8
B.       Bentuk-Bentuk Pendayagunaan Zakat....................................................................... 8
BAB III KESIMPULAN............................................................................................... 10 
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 12


BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan mayoritas masyarakat muslimnya, oleh karena itu zakat adalah salah satu hal yang tak bisa dipisahkan dari orang islam. Karena zakat merupakan salah satu rukun islam yang wajib dilaksanakan.

Kesejahteraan umat islam dapat diperoleh melalui zakat, hal tersebut adalah salah satu tujuan dari pendayagunaan zakat. Pendayagunaan zakat sangat perlu diterapkan karena dengan sistem pendayagunaan zakat yang baik dan benar akan mampu menjangkau mustahiq yang memerlukannya.

Pendayagunaan zakat berkaitan erat dengan pengelolaan dan pendistribusiannya, dengan sistem pengelolaan yang baik dan benar maka zakat akan dapat tersalurkan kepada 8 asnaf. Selain itu juga perlu didukung dengan sistem pendistribusian yang merata.

Dilihat dari fenomena yang terjadi, memang telah banyak berdiri badan amil zakat dan lembaga amil zakat di Indonesia. Akan tetapi masih minimnya masyarakat kita yang memiliki kesadran pribadi akan pentingnya berzakat. Seharusnya fungsi lembaga zakat maupun badal amil zakat dapat dimaksimalkan akan mampu mencapai pendayagunaan zakat yang mensejahterakan umat.

Kebanyakan masyarakat kita, terutama di perkampungan masih memberikan zakat pada amil-amil dimasjid yang masih minim pengetahuan tentang pendayagunaan dan pendistribusian dana zakat yang baik dan benar. Mereka hanya mengerti gambaran umum tentang keduanya aja.

Oleh karena itu, untuk memahami pengertian pendayagunaan dan bentuk-bentuknya penulis menguraikannya dalam makalah ini.

  

B.       Rumusan Masalah

1.        Apa Pengertian Pendayagunaan Zakat ?

2.        Bagaiman Bentuk-Bentuk Pendayagunaan Zakat ?

C.       Tujuan Penulisan

1.        Memahami tentang pengertian pendayagunaan zakat.

2.        Mampu menjelaskan pola pendayagunaan zakat.

3.        Mampu menjelaskan tentang tujuan pendayagunaan zakat.

4.        Memahami tentang bentuk-bentuk pendayagunaan zakat.



BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pendayagunaan Zakat

1.        Pengertian Pendayagunaan Zakat

Pendayagunaan berasal dari kata “Guna” yang berarti manfaat. Adapun pengertian pendayagunaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: 

a. Pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat

b. Pengusahaan  agar mampu menjalankan tugas dengan baik.

Maka pendayagunaan adalah cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar dan lebih baik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 189).

            Sedangkan pengertian pendayagunaan zakat menurut beberapa ahli yakni :

1)      Menurut Asnaini (2008: 134) pendayagunaan zakat dalah  mendistribusikan dana zakat kepada para mustahiq dengan cara produktif. Zakat di berikan sebagai modal usaha, yang akan mengembangkan usahanya itu agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sepanjang hayat.

2)      Menurut Masdar (2004: 8) pendayagunaan zakat adalah cara atau usaha distribusi dan alokasi dana zakat agar dapat menghasilkan manfaat bagi kehidupan. Pendayaguanaan zakat berarti usaha untuk kegiaan yang saling berkaitan dalam menciptakan tujuan tertentu dari pengguna hasil zakat secara baik, tepat dan terarah sesuai dengan tujuan zakat itu di syari’atkan.

Dalam UU No. 23 Tahun 2011 pasal 27 tentang pendayagunaan zakat yaitu: 

a)    Zakat dapat di dayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.

b)   Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana di maksud pada ayat (1) di lakukan apabila kebutuhan dasar mustahiq telah terpenuhi.

c)    Ketentuan lebih lanjut tentang pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana di maksud pada ayat (1) di atur dengan peraturan menteri.

Jadi yang dimaksud pendayagunaan zakat adalah pendayagunaan zakat adalah bentuk pemanfaatan dana zakat secara maksimum tanpa mengurangi nilai dan kegunaannya, sehingga berdayaguna untuk mencapai kemaslahatan umat[1].

Sesungguhnya jatuh bangunnya lembaga zakat terletak pada kreativitas devisi pendayagunaan, hal tersebut bukan berarti menafikan devisi lainnya. Boleh-boleh saja lembaga zakat memiliki struktur organisasi yang lengkap serta di tunjang dengan fasilitas lengkap ataupun lembaga zakat di dukung oleh nama-nama besar. Bahkan bisa saja lembaga zakat tiba-tiba yang besar karena mendapat kepercayaan dari beberapa perusahaan besar. Tetapi pada akhirnya kembali juga kepada kreativitas program pendayagunaan apa yang di kembangkan untuk mustahiq. Dari program itulah masyarakat dapat mengetahui sampai sejauhmana performance lembaga zakat. Dari program pemberdayaan mustahiq ini, jatuh bangunnya lembaga zakat di pertauhkan[2]

2.        Sejarah Pendayagunaan Zakat

a.         Zaman Rasulluah

Allah Swt memerintahkan kewajiban zakat dalam Al-Qur’an pada tahun kedua hijrah Rasulullah. Nabi Muhammad Saw biasanya mengumpulkan zakat perorangan dan membentuk panitia pengumpul zakat dari umat muslim yang kaya dan dibagikan kepada orang-orang miskin.

Diriwayatkan dari Zayd bin al-Sudda’i bahwa seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah Saw dan menanyakan tentang zakat. Kemudian Rasulullah Saw menjawab ‚”Allah tidak menerima pertimbangan dari Rasul maupun dari orang ketiga menyangkut pendistribusian zakat, melainkan Allah menentukan penerima zakat ke dalam delapan golongan. Jika engkau salah seorang di antara para penerima zakat, maka akan aku berikan.”[3]

b.        Zama Abu Bakar r.a

Setelah Rasulullah Saw wafat, zakat menjadi masalah penting. Khalifah Abu Bakar diberkahi wawasan mendalam tentang dasar-dasar dan hukum-hukum Islam. Penerapan hukuman mati bagi orang-orang yang menolak membayar zakat di negara Islam merupakan hasil pemikirannya.40 Sebenarnya apa yang dilakukan Abu Bakar terhadap para penunggak zakat telah ditentukan dasar-dasarnya dalam Islam perihal harta kekayaan, yaitu dibenarkan jihad untuk mengembalikan hak-hak masyarakat atas dana zakat.

Abu Bakar al-Shiddiq r.a mengikuti petunjuk Rasulullah Saw berkenaan dengan pembagian zakat di antara orang-orang muslim yang berhak menerimanya. Ia biasanya membagikan semua dana zakat secara merata tanpa memperhatikan status masyarakat.

Dari Bayhaqi diriwayatkan bahwa Aslam r.a mengatakan, “Ketika Abu Bakar ditunjuk sebagai khalifah, ia menetapkan persamaan hak di dalam pembagian zakat di antara anggota-anggota masyarakat”. Ketika ada usulan untuk menyerahkan pilihan kepada Muhajirin dan Anshar, Abu Bakar menjawab, “Aku memandang seseorang dalam kaitannya dengan urusan dunia. Oleh karena itu, lebih baik menyamaratakan mereka dari pada menyerahkan pilihan kepada mereka. Pilihan masyarakat yang terbaik tergantung pada penilaian Allah”.[4]

c.         Zaman Umar bin al-Khattab r.a

Umar bin al-Khathab mengikuti langkah Rasulullah Saw dan Abu Bakar al-Shiddiq mengenai pengelolaan zakat dan kebijakan-kebijakan administrasi. Al-Hasan r.a mengatakan bahwa suatu hari Umar bin al-Khatab menulis surat kepada Abu Musa al-Asyari r.a, ‚Ada suatu hari dalam setahun yang mengharuskan tidak satu dirham pun tertinggal atau tak terbagikan dari Baitul Ma>l, melainkan dibagikan seluruhnya sehingga Allah mengetahui setiap orang miskin mendapatkan haknya.‛ Al-hasan juga berkata bahwa Umar bin al-Khathab menulis surat kepada Hudzayfah r.a ‚Serahkanlah kepada orang-orang miskin uang dan makanan.‛ Hudzayfah r.a menjawab, ‚Masih banyak sisanya setelah uang dan makanan itu dibagikan!‛ Umar kemudian menulis kembali, ‚Itu untuk orang-orang yang telah Allah beri rezeki. Umar atau keturunan Umar yang tidak punya hak terhadap hal itu. Sebab itu, bagikan sisanya sama rata di antara orang-orang yang membutuhkan.

Said r.a mengatakan bahwa Umar bin al-Khathab r.a berkata kepada Abullah bin Arqam r.a. “Bagikanlah harta kekayaan orang muslim sekali dalam sebulan.” Beliau berkata lagi, ‚Bagikanlah harta kekayaan orang muslim setiap hari Jum’at.‛ Akhirnya Umar berkata ‚Bagikanlah harta kekayaan orang muslim setiap hari”.[5]



d.        Zaman Ustman bin Affan r. a

Diriwayatkan dari Abu Ubayd bahwa Ibn Sirin berkata, ‚Zakat diserahkan kepada Rasulullah Saw, Abu Bakar, Umar dan wakil-wakil mereka. Tetapi pada zaman Utsman orang-orang memiliki pandangan yang berbeda. Pada masa itu ada orang yang memberikan zakatnya langsung kepada orang miskin dan ada pula yang menyerahkannya kepada para utusan Ustman. Abdullah bin Umar r.a termasuk orang-orang yang menyerahkannya kepada para utusan.‛

Pengaturan penghimpunan dan pendistribusian zakat berlaku sesekali saja dan dana zakat disimpan di Baitul Mal. Ustman r.a membolehkan pembayaran zakat dengan barang-barang yang tidak nyata, seperti uang tunai, emas, dan perak. Barang-barang tersebut dibagikan oleh para pembayar zakat (muzakki) kepada yang membutuhkan. Sementara untuk barang-barang yang nyata, seperti hasil pertanian, buah-buahan dan ternak dibayarkan melalui Baitul Mal.

Mengenai sistem pembagian zakat, Ustman menunjuk Zayd bin Tsabit untuk bertanggung jawab atas Baitul Ma>l dan memerintahkan agar membagikannya kepada kaum muslim. Jadi, ia tidak hanya mengikuti langkah dua khalifah pendahulunya, tetapi juga mampu meningkatkan pendanaan dan menghormati perintah Umar r.a.[6]



e.         Zaman Ali bin Abi Thalib

Ali r.a mempunyai sudut pandang lain dalam menetapkan persamaan jumlah dalam pembagian harta kekayaan. Dia menolak untuk membedakan masyarakat di dalam pembagian zakat dari Baitul Mal.[7]

3.        Prinsip Pendayagunaan Zakat

Dalam pendayagunaan zakat, ada tiga prinsip yang perlu di perhatikan yaitu:

a. Di berikan kepada delapan asnaf

b. Manfaat zakat itu dapat di terima dan di rasakan manfaatnya

c. Sesuai dengan keperluan mustahiq (konsumtif atau produktif).

Pendayagunaan zakat yang di kumpulkan oleh Badan Amil Zakat di arahkan pada program-program yang memberi manfaat jangka panjang untuk perbaikan kesejahteraan mustahiq. Pendayagunaan zakat pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan status mustahiq menjadi muzakki. Melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan social serta pengembangan ekonomi[8]

B.       Bentuk-Bentuk pendayagunaan Zakat

Bentuk – bentuk pendistribusian yang umum dilakukan oleh sebagian besar lembaga-lembaga amil di Indonesia, saat ini sudah berkembang. Yang awalnya lambaga- lembaga melakukan pendayagunaan dengan cara konsumtif, saat ini sudah mulai tersadar untuk melaksanakan pendayagunaan produktif.

Berikut penjelasan mengenai bentuk – bentuk pendistribusian :

1.        Konsumtif Tradisional

Konsumtif tradisional adalah zakat dibagikan ke mustahik untuk dimanfaatkakn secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari- hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskis setiap romamdhon atau pembagian zakat mal kepada korban bencana alam .

2.        Konsumtif Kreatif

Pendistribusian zakat secra konsuftif kreatif adalah zakat diwujudkan lain dai barang semula, seperti pemberia alat –alat sekolah dan beasiswa untuk para pelajar, atau sarana ibadah seperti sarung da mukena.

3.        Produktif Tradisional

Pendistribusian zakat secara produktif tradisoonal adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif, seperti batuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit. Pemberian dalam bentuk ini akan mampu mencipatakan suatu usaha dan membuka lapangan kerja bagi fakir miskin.

4.        Produktif Kreatif

Pendistribusian akat scara produktif kratif adalah zakat yag diwuudka dalam bentuk pemberian modal, baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal usaha kecil, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagian modal usaha untuk pengembagan usaha para pedagang kecil.[9]

                                                                          BAB III

KESIMPULAN

Pendayagunaan berasal dari kata “Guna” yang berarti manfaat. Adapun pengertian pendayagunaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat dan Pengusahaan  agar mampu menjalankan tugas dengan baik. Maka pendayagunaan adalah cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar dan lebih baik.

Zaman Rasulluah, Allah Swt memerintahkan kewajiban zakat dalam Al-Qur’an pada tahun kedua hijrah Rasulullah. Nabi Muhammad Saw biasanya mengumpulkan zakat perorangan dan membentuk panitia pengumpul zakat dari umat muslim yang kaya dan dibagikan kepada orang-orang miskin, Abu Bakar al-Shiddiq r.a mengikuti petunjuk Rasulullah Saw berkenaan dengan pembagian zakat di antara orang-orang muslim yang berhak menerimanya. Ia biasanya membagikan semua dana zakat secara merata tanpa memperhatikan status masyarakat, Al-hasan juga berkata bahwa Umar bin al-Khathab menulis surat kepada Hudzayfah r.a ‚Serahkanlah kepada orang-orang miskin uang dan makanan.‛ Hudzayfah r.a menjawab, ‚Masih banyak sisanya setelah uang dan makanan itu dibagikan!‛ Umar kemudian menulis kembali, ‚Itu untuk orang-orang yang telah Allah beri rezeki. Umar atau keturunan Umar yang tidak punya hak terhadap hal itu. Sebab itu, bagikan sisanya sama rata di antara orang-orang yang membutuhkan, Pengaturan penghimpunan dan pendistribusian zakat berlaku sesekali saja dan dana zakat disimpan di Baitul Mal. Ustman r.a membolehkan pembayaran zakat dengan barang-barang yang tidak nyata, seperti uang tunai, emas, dan perak. Barang-barang tersebut dibagikan oleh para pembayar zakat (muzakki) kepada yang membutuhkan. Sementara untuk barang-barang yang nyata, seperti hasil pertanian, buah-buahan dan ternak dibayarkan melalui Baitul Mal, Ali r.a mempunyai sudut pandang lain dalam menetapkan persamaan jumlah dalam pembagian harta kekayaan. Dia menolak untuk membedakan masyarakat di dalam pembagian zakat dari Baitul Mal.

Dalam pendayagunaan zakat, ada tiga prinsip yang perlu di perhatikan yaitu: Di berikan kepada delapan asnaf, Manfaat zakat itu dapat di terima dan di rasakan manfaatnya dan Sesuai dengan keperluan mustahiq (konsumtif atau produktif).

Bentuk – bentuk pendistribusian yang umum dilakukan oleh sebagian besar lembaga-lembaga amil di Indonesia, saat ini sudah berkembang. Yang awalnya lambaga- lembaga melakukan pendayagunaan dengan cara konsumtif, saat ini sudah mulai tersadar untuk melaksanakan pendayagunaan produktif.





























DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama Republik Indonesia, 2002

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993

Kementrian Agama RI, Pedoman Zakat . 9 Seri.

Mufraini, Muhammad Arif.Akuntansi dan Manajemen Zakat

Sudewo.2004.


http://eprints.walisongo.ac.id/1926/3/091311013_Bab2.pdf





[1] Kementrian Agama RI, Pedoman Zakat Sembilan Seri ..., 95-96.
[2] Sudewo, 2004. Hlm 218
[3] Yasin Ibrahim al-Syaikh, Cara Mudah Menunaikan Zakat ..., 130. 
[4] Ibid., 135
[5]Ibid., 142
[6] Ibid., 146-147
[7] Ibid., 150
[8] Departemen Agama Republik Indonesia, 2002: 69
[9] Kementrian Agama RI, Panduan Organisasi Pengelola Zakat, (Jakarta Selatan : CV. REFA BUMAT INDONESIA.2013).hal. 95

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HASIL OBSERVASI DI LEMBAGA AMIL ZAKAT "MASJID AL-AKBAR SURABAYA"

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang                         Sistem penarikan, proses, maupun pendistribusian zakat dan waka...