Pengertian Pendayagunaan Zakat
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Manajemen
Pendayagunaan Zakat dan Wakaf
Oleh :
Mislahul
Fauziyah (C87215024)
Siti Nur
Azizah (C87215030)
Dosen
Pembimbing :
Johan Rifki Maimunnuddin, M. IKom
PRODI MANAJEMEN ZAKAT
WAKAF
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A.
Latar Belakang........................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah....................................................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan......................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................................. 3
A.
Pengertian Pendayagunaan Zakat.............................................................................. 3
1.
Pengertian Pendayagunaan Zakat........................................................................ 3
2.
Sejarah Pendayagunaan Zakat.............................................................................. 4
3.
Prinsip Pendayagunaan Zakat.............................................................................. 8
B.
Bentuk-Bentuk Pendayagunaan Zakat....................................................................... 8
BAB III KESIMPULAN............................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan mayoritas
masyarakat muslimnya, oleh karena itu zakat adalah salah satu hal yang tak bisa
dipisahkan dari orang islam. Karena zakat merupakan salah satu rukun islam yang
wajib dilaksanakan.
Kesejahteraan umat islam dapat diperoleh
melalui zakat, hal tersebut adalah salah satu tujuan dari pendayagunaan zakat.
Pendayagunaan zakat sangat perlu diterapkan karena dengan sistem pendayagunaan
zakat yang baik dan benar akan mampu menjangkau mustahiq yang memerlukannya.
Pendayagunaan zakat berkaitan erat
dengan pengelolaan dan pendistribusiannya, dengan sistem pengelolaan yang baik
dan benar maka zakat akan dapat tersalurkan kepada 8 asnaf. Selain itu juga
perlu didukung dengan sistem pendistribusian yang merata.
Dilihat dari fenomena yang terjadi,
memang telah banyak berdiri badan amil zakat dan lembaga amil zakat di
Indonesia. Akan tetapi masih minimnya masyarakat kita yang memiliki kesadran
pribadi akan pentingnya berzakat. Seharusnya fungsi lembaga zakat maupun badal
amil zakat dapat dimaksimalkan akan mampu mencapai pendayagunaan zakat yang
mensejahterakan umat.
Kebanyakan masyarakat kita, terutama di
perkampungan masih memberikan zakat pada amil-amil dimasjid yang masih minim
pengetahuan tentang pendayagunaan dan pendistribusian dana zakat yang baik dan
benar. Mereka hanya mengerti gambaran umum tentang keduanya aja.
Oleh karena itu, untuk memahami
pengertian pendayagunaan dan bentuk-bentuknya penulis menguraikannya dalam
makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Pendayagunaan Zakat ?
2.
Bagaiman Bentuk-Bentuk Pendayagunaan
Zakat ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Memahami tentang pengertian
pendayagunaan zakat.
2.
Mampu menjelaskan pola pendayagunaan
zakat.
3.
Mampu menjelaskan tentang tujuan
pendayagunaan zakat.
4.
Memahami tentang bentuk-bentuk
pendayagunaan zakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendayagunaan Zakat
1.
Pengertian
Pendayagunaan Zakat
Pendayagunaan
berasal dari kata “Guna” yang berarti manfaat. Adapun pengertian pendayagunaan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
a. Pengusahaan agar
mampu mendatangkan hasil dan manfaat
b. Pengusahaan agar mampu menjalankan tugas dengan baik.
Maka pendayagunaan
adalah cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar
dan lebih baik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 189).
Sedangkan pengertian pendayagunaan zakat menurut beberapa
ahli yakni :
1)
Menurut Asnaini (2008: 134)
pendayagunaan zakat dalah mendistribusikan
dana zakat kepada para mustahiq dengan cara produktif. Zakat di berikan sebagai
modal usaha, yang akan mengembangkan usahanya itu agar dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya sepanjang hayat.
2)
Menurut Masdar (2004: 8) pendayagunaan zakat
adalah cara atau usaha distribusi dan alokasi dana zakat agar dapat
menghasilkan manfaat bagi kehidupan. Pendayaguanaan zakat berarti usaha untuk
kegiaan yang saling berkaitan dalam menciptakan tujuan tertentu dari pengguna
hasil zakat secara baik, tepat dan terarah sesuai dengan tujuan zakat itu di
syari’atkan.
Dalam
UU No. 23 Tahun 2011 pasal 27 tentang pendayagunaan zakat yaitu:
a) Zakat
dapat di dayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin
dan peningkatan kualitas umat.
b) Pendayagunaan
zakat untuk usaha produktif sebagaimana di maksud pada ayat (1) di lakukan
apabila kebutuhan dasar mustahiq telah terpenuhi.
c) Ketentuan
lebih lanjut tentang pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana di
maksud pada ayat (1) di atur dengan peraturan menteri.
Jadi
yang dimaksud pendayagunaan zakat adalah pendayagunaan zakat adalah bentuk
pemanfaatan dana zakat secara maksimum tanpa mengurangi nilai dan kegunaannya,
sehingga berdayaguna untuk mencapai kemaslahatan umat[1].
Sesungguhnya
jatuh bangunnya lembaga zakat terletak pada kreativitas devisi pendayagunaan,
hal tersebut bukan berarti menafikan devisi lainnya. Boleh-boleh saja lembaga
zakat memiliki struktur organisasi yang lengkap serta di tunjang dengan
fasilitas lengkap ataupun lembaga zakat di dukung oleh nama-nama besar. Bahkan
bisa saja lembaga zakat tiba-tiba yang besar karena mendapat kepercayaan dari
beberapa perusahaan besar. Tetapi pada akhirnya kembali juga kepada kreativitas
program pendayagunaan apa yang di kembangkan untuk mustahiq. Dari program itulah
masyarakat dapat mengetahui sampai sejauhmana performance lembaga zakat. Dari
program pemberdayaan mustahiq ini, jatuh bangunnya lembaga zakat di pertauhkan[2]
2.
Sejarah
Pendayagunaan Zakat
a.
Zaman
Rasulluah
Allah Swt
memerintahkan kewajiban zakat dalam Al-Qur’an pada tahun kedua hijrah
Rasulullah. Nabi Muhammad Saw biasanya mengumpulkan zakat perorangan dan
membentuk panitia pengumpul zakat dari umat muslim yang kaya dan dibagikan
kepada orang-orang miskin.
Diriwayatkan
dari Zayd bin al-Sudda’i bahwa seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah
Saw dan menanyakan tentang zakat. Kemudian Rasulullah Saw menjawab ‚”Allah
tidak menerima pertimbangan dari Rasul maupun dari orang ketiga menyangkut
pendistribusian zakat, melainkan Allah menentukan penerima zakat ke dalam
delapan golongan. Jika engkau salah seorang di antara para penerima zakat, maka
akan aku berikan.”[3]
b.
Zama Abu Bakar
r.a
Setelah Rasulullah Saw wafat, zakat menjadi masalah penting.
Khalifah Abu Bakar diberkahi wawasan mendalam tentang dasar-dasar dan
hukum-hukum Islam. Penerapan hukuman mati bagi orang-orang yang menolak
membayar zakat di negara Islam merupakan hasil pemikirannya.40 Sebenarnya apa
yang dilakukan Abu Bakar terhadap para penunggak zakat telah ditentukan
dasar-dasarnya dalam Islam perihal harta kekayaan, yaitu dibenarkan jihad untuk
mengembalikan hak-hak masyarakat atas dana zakat.
Abu Bakar al-Shiddiq r.a mengikuti petunjuk Rasulullah Saw
berkenaan dengan pembagian zakat di antara orang-orang muslim yang berhak
menerimanya. Ia biasanya membagikan semua dana zakat secara merata tanpa
memperhatikan status masyarakat.
Dari Bayhaqi diriwayatkan bahwa Aslam r.a mengatakan, “Ketika Abu
Bakar ditunjuk sebagai khalifah, ia menetapkan persamaan hak di dalam pembagian
zakat di antara anggota-anggota masyarakat”. Ketika ada usulan untuk
menyerahkan pilihan kepada Muhajirin dan Anshar, Abu Bakar menjawab, “Aku
memandang seseorang dalam kaitannya dengan urusan dunia. Oleh karena itu, lebih
baik menyamaratakan mereka dari pada menyerahkan pilihan kepada mereka. Pilihan
masyarakat yang terbaik tergantung
pada penilaian Allah”.[4]
c.
Zaman Umar bin
al-Khattab r.a
Umar bin al-Khathab mengikuti langkah Rasulullah Saw dan Abu Bakar
al-Shiddiq mengenai pengelolaan zakat dan kebijakan-kebijakan administrasi.
Al-Hasan r.a mengatakan bahwa suatu hari Umar bin al-Khatab menulis surat
kepada Abu Musa al-Asyari r.a, ‚Ada suatu hari dalam setahun yang mengharuskan
tidak satu dirham pun tertinggal atau tak terbagikan dari Baitul Ma>l,
melainkan dibagikan seluruhnya sehingga Allah mengetahui setiap orang miskin
mendapatkan haknya.‛ Al-hasan juga berkata bahwa Umar bin al-Khathab menulis
surat kepada Hudzayfah r.a ‚Serahkanlah kepada orang-orang miskin uang dan
makanan.‛ Hudzayfah r.a menjawab, ‚Masih banyak sisanya setelah uang dan
makanan itu dibagikan!‛ Umar kemudian menulis kembali, ‚Itu untuk orang-orang
yang telah Allah beri rezeki. Umar atau keturunan Umar yang tidak punya hak
terhadap hal itu. Sebab itu, bagikan sisanya sama rata di antara orang-orang
yang membutuhkan.
Said r.a mengatakan bahwa Umar bin al-Khathab r.a berkata kepada
Abullah bin Arqam r.a. “Bagikanlah harta kekayaan orang muslim sekali dalam
sebulan.” Beliau berkata lagi, ‚Bagikanlah harta kekayaan orang muslim setiap
hari Jum’at.‛ Akhirnya Umar berkata ‚Bagikanlah harta kekayaan orang muslim
setiap hari”.[5]
d.
Zaman Ustman
bin Affan r. a
Diriwayatkan dari Abu Ubayd bahwa Ibn Sirin berkata, ‚Zakat
diserahkan kepada Rasulullah Saw, Abu Bakar, Umar dan wakil-wakil mereka.
Tetapi pada zaman Utsman orang-orang memiliki pandangan yang berbeda. Pada masa
itu ada orang yang memberikan zakatnya langsung kepada orang miskin dan ada
pula yang menyerahkannya kepada para utusan Ustman. Abdullah bin Umar r.a
termasuk orang-orang yang menyerahkannya kepada para utusan.‛
Pengaturan penghimpunan dan pendistribusian zakat berlaku sesekali
saja dan dana zakat disimpan di Baitul Mal. Ustman r.a membolehkan pembayaran
zakat dengan barang-barang yang tidak nyata, seperti uang tunai, emas, dan
perak. Barang-barang tersebut dibagikan oleh para pembayar zakat (muzakki)
kepada yang membutuhkan. Sementara untuk barang-barang yang nyata, seperti
hasil pertanian, buah-buahan dan ternak dibayarkan melalui Baitul Mal.
Mengenai sistem pembagian zakat, Ustman menunjuk Zayd bin Tsabit
untuk bertanggung jawab atas Baitul Ma>l dan memerintahkan agar
membagikannya kepada kaum muslim. Jadi, ia tidak hanya mengikuti langkah dua
khalifah pendahulunya, tetapi juga mampu meningkatkan pendanaan dan menghormati
perintah Umar r.a.[6]
e.
Zaman Ali bin
Abi Thalib
Ali r.a mempunyai sudut pandang lain dalam menetapkan persamaan
jumlah dalam pembagian harta kekayaan. Dia menolak untuk membedakan masyarakat
di dalam pembagian zakat dari Baitul Mal.[7]
3.
Prinsip
Pendayagunaan Zakat
Dalam
pendayagunaan zakat, ada tiga prinsip yang perlu di perhatikan yaitu:
a. Di berikan kepada
delapan asnaf
b. Manfaat zakat itu
dapat di terima dan di rasakan manfaatnya
c. Sesuai dengan
keperluan mustahiq (konsumtif atau produktif).
Pendayagunaan
zakat yang di kumpulkan oleh Badan Amil Zakat di arahkan pada program-program
yang memberi manfaat jangka panjang untuk perbaikan kesejahteraan mustahiq.
Pendayagunaan zakat pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan status
mustahiq menjadi muzakki. Melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
pemberdayaan social serta pengembangan ekonomi[8]
B. Bentuk-Bentuk pendayagunaan Zakat
Bentuk – bentuk pendistribusian yang umum dilakukan
oleh sebagian besar lembaga-lembaga amil di Indonesia, saat ini sudah
berkembang. Yang awalnya lambaga- lembaga melakukan pendayagunaan dengan cara
konsumtif, saat ini sudah mulai tersadar untuk melaksanakan pendayagunaan
produktif.
Berikut penjelasan mengenai bentuk – bentuk pendistribusian
:
1.
Konsumtif
Tradisional
Konsumtif tradisional adalah zakat dibagikan ke
mustahik untuk dimanfaatkakn secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-
hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskis
setiap romamdhon atau pembagian zakat mal kepada korban bencana alam .
2.
Konsumtif
Kreatif
Pendistribusian zakat secra konsuftif kreatif adalah
zakat diwujudkan lain dai barang semula, seperti pemberia alat –alat sekolah
dan beasiswa untuk para pelajar, atau sarana ibadah seperti sarung da mukena.
3.
Produktif
Tradisional
Pendistribusian zakat secara produktif tradisoonal
adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif, seperti
batuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan,
mesin jahit. Pemberian dalam bentuk ini akan mampu mencipatakan suatu usaha dan
membuka lapangan kerja bagi fakir miskin.
4.
Produktif
Kreatif
Pendistribusian akat scara produktif kratif adalah
zakat yag diwuudka dalam bentuk pemberian modal, baik untuk membangun proyek
sosial atau menambah modal usaha kecil, seperti pembangunan sekolah, sarana
kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagian modal usaha untuk pengembagan
usaha para pedagang kecil.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Pendayagunaan
berasal dari kata “Guna” yang berarti manfaat. Adapun pengertian pendayagunaan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil
dan manfaat dan Pengusahaan agar mampu
menjalankan tugas dengan baik. Maka pendayagunaan adalah cara atau usaha dalam
mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar dan lebih baik.
Zaman Rasulluah, Allah Swt
memerintahkan kewajiban zakat dalam Al-Qur’an pada tahun kedua hijrah
Rasulullah. Nabi Muhammad Saw biasanya mengumpulkan zakat perorangan dan
membentuk panitia pengumpul zakat dari umat muslim yang kaya dan dibagikan
kepada orang-orang miskin, Abu Bakar al-Shiddiq r.a mengikuti petunjuk
Rasulullah Saw berkenaan dengan pembagian zakat di antara orang-orang muslim
yang berhak menerimanya. Ia biasanya membagikan semua dana zakat secara merata
tanpa memperhatikan status masyarakat, Al-hasan juga berkata bahwa Umar bin
al-Khathab menulis surat kepada Hudzayfah r.a ‚Serahkanlah kepada orang-orang
miskin uang dan makanan.‛ Hudzayfah r.a menjawab, ‚Masih banyak sisanya setelah
uang dan makanan itu dibagikan!‛ Umar kemudian menulis kembali, ‚Itu untuk
orang-orang yang telah Allah beri rezeki. Umar atau keturunan Umar yang tidak
punya hak terhadap hal itu. Sebab itu, bagikan sisanya sama rata di antara
orang-orang yang membutuhkan, Pengaturan penghimpunan dan pendistribusian zakat
berlaku sesekali saja dan dana zakat disimpan di Baitul Mal. Ustman r.a
membolehkan pembayaran zakat dengan barang-barang yang tidak nyata, seperti
uang tunai, emas, dan perak. Barang-barang tersebut dibagikan oleh para
pembayar zakat (muzakki) kepada yang membutuhkan. Sementara untuk barang-barang
yang nyata, seperti hasil pertanian, buah-buahan dan ternak dibayarkan melalui
Baitul Mal, Ali r.a mempunyai sudut pandang lain dalam menetapkan persamaan
jumlah dalam pembagian harta kekayaan. Dia menolak untuk membedakan masyarakat
di dalam pembagian zakat dari Baitul Mal.
Dalam
pendayagunaan zakat, ada tiga prinsip yang perlu di perhatikan yaitu: Di
berikan kepada delapan asnaf, Manfaat zakat itu dapat di terima dan di rasakan
manfaatnya dan Sesuai dengan
keperluan mustahiq (konsumtif atau produktif).
Bentuk – bentuk pendistribusian yang umum dilakukan
oleh sebagian besar lembaga-lembaga amil di Indonesia, saat ini sudah
berkembang. Yang awalnya lambaga- lembaga melakukan pendayagunaan dengan cara
konsumtif, saat ini sudah mulai tersadar untuk melaksanakan pendayagunaan
produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Agama Republik Indonesia, 2002
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1993
Kementrian
Agama RI, Pedoman Zakat . 9 Seri.
Mufraini,
Muhammad Arif.Akuntansi dan Manajemen
Zakat
Sudewo.2004.
http://eprints.walisongo.ac.id/1926/3/091311013_Bab2.pdf
[3] Yasin Ibrahim
al-Syaikh, Cara Mudah Menunaikan Zakat ..., 130.
[5]Ibid.,
142
[7] Ibid., 150
[9]
Kementrian
Agama RI, Panduan Organisasi Pengelola Zakat, (Jakarta Selatan : CV.
REFA BUMAT INDONESIA.2013).hal. 95
Tidak ada komentar:
Posting Komentar